Semanis Gula, Segurih Kelapa

loading...

Gaya Baru Terorisme



JAKARTA -- Polisi tidak boleh memandang sebelah mata kekuatan jaringan teroris di Indonesia. Meski para tokoh kunci seperti Noordin M. Top, Dulmatin, Dr Azahari, dan lainnya sudah tewas tertembak, sel-sel teroris di negeri ini masih berbahaya. Bahkan, dari pengakuan para tersangka yang ditangkap di Medan, kelompok ini sudah bersiap mendatangkan bala bantuan dari luar negeri.

Mereka akan mengundang para gerilyawan mujahidin Irak dan Afghanistan yang terlatih melakukan perang kota untuk "jihad" di Indonesia. "Mereka sudah melakukan kontak (dengan pihak asing).

Ini pengakuan mereka, strategi yang digunakan persis seperti wilayah-wilayah Irak, Afghanistan dan Pakistan yakni gerilya di perkotaan," ujar Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) di Ruang Rupatama Mabes Polri Jakarta, Jumat 24 September.

BHD yang mengenakan seragam lengkap didampingi Kabareskrim Komjen Ito Sumardi dengan baju batik. Kelompok perampok bank CIMB Niaga dan penyerang Polsek Hamparan Perak juga sudah melakukan komunikasi dengan jaringan di luar Sumatera. "Serangan (ke Polsek) itu merupakan kode, isyarat untuk asykari (kelompok militer) mereka di daerah lain," kata alumnus Akpol 1974 itu.

Kapolri menjelaskan, dari hasil pemeriksaan sementara, jaringan ini mempunyai dukungan dana dan hubungan dengan organisasi serupa di luar negeri. "Caranya sama, yakni menciptakan chaos. Sehingga ada delegitimasi pemerintahan. Wibawa negara jatuh dan mereka mengambil alih," kata BHD.

Saat ini, polisi masih mengejar salah seorang warga asing berkebangsaan Prancis bernama Frederic Jean Salvi yang diduga menjadi penghubung untuk mendatangkan para gerilyawan asing dari Irak dan Afghanistan. Frederic yang akrab disapa Ali ini juga memberikan sebuah mobil Mitsubishi Gallant yang akan digunakan untuk melakukan serangan pengeboman di Cibiru, Bandung.

Sebelumnya, seorang warga Arab Saudi bernama Ali Abdullah juga pernah disangka membantu teroris Syaifuddin Zuhri (tewas) melakukan pengeboman JW Marriott dan Ritz Carlton. Namun, oleh pengadilan hanya divonis pelanggaran imigrasi.

Menurut Kapolri, jalur-jalur senjata dan amunisi teroris juga dimungkinkan dari luar negeri. Misalnya, Moro Filipina Selatan ataupun perbatasan darat Indonesia-Malaysia. Saat ini anggota Densus 88 juga ada yang ditugaskan untuk melacak orang dan sekaligus jalur senjata itu di luar negeri. "Anak-anak bekerja tanpa istirahat, tak pernah berhenti," katanya.

BHD memastikan bahwa seluruh komando jaringan ini sekarang dipegang oleh Abu Tholut, mantan ketua mantiqi III (wilayah) Jamaah Islamiyah. Alumnus kamp Afghanistan ini menguasai teknik perang gerilya kota atau urban guerilla warfare. "Dia ini sangat-sangat berbahaya," katanya sembari meminta Kadivhumas Irjen Iskandar Hasan menunjukkan foto Tholut pada wartawan.

Polri mengaku siap bekerja sama dengan TNI untuk memerangi kelompok ini. "Dalam stricking force (pasukan penyerang) nantinya akan kita libatkan Denjaka, Denbravo dan Gultor dari Kopassus," katanya. Denjaka adalah pasukan khusus TNI AL, Denbravo adalah pasukan khusus TNI AU dan Gultor adalah pasukan khusus dari Kopassus TNI AD.

Pernyataan Kapolri soal kerja sama ini adalah ucapan resmi pertama soal keterlibatan TNI dalam penanggulangan teror. Selama ini, sejak terorisme marak tahun 2000, TNI selalu duduk manis. Mereka tak pernah sekalipun dilibatkan, apalagi saat penyerangan.

Informasi yang dihimpun Fajar, beberapa jam setelah ada pernyataan Kapolri soal keinginan melibatkan TNI, komandan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI Mayjen Geerhan Lantara sudah berada di Medan, Sumatera Utara.

BHD juga menjelaskan, kelompok teroris terlatih itu memang punya agenda melakukan assassination (pembunuhan) secara mendadak dan menunggu kelengahan aparat. "Sasarannya adalah pos-pos TNI dan polisi yang sepi dan jauh dari pemukiman," katanya.

Mereka mempunyai doktrin yang menghalalkan darah para polisi karena dianggap thaghut (lawan) yang sah untuk diperangi. "Perampokan bagi mereka juga halal sebagai cara mencari dana," katanya.

Kelompok ini juga melakukan rekrutmen para pemuda dan preman serta mantan-mantan bandit di penjara. Tujuannya agar selepas penjara mereka mau bergabung. "Para pelaku di Medan sebagian adalah residivis kasus pidana umum," jelasnya.

Kapolri meminta masyarakat menghargai kinerja Densus 88. BHD membantah anak buahnya melanggar hak asasi manusia. "Kejahatan terorisme berbeda dengan tindak pidana umum, jika diperlakukan sama misalnya mengajak RT setempat (sebelum menangkap) bisa-bisa sudah habis (polisi) diserang duluan," katanya.

Sejak tahun 2000, sebanyak 563 teroris telah diajukan ke pengadilan, 44 tewas ditembak, dan 10 bunuh diri. Menurut BHD, saat ini sedang berlangsung persidangan 66 teroris yang dibagi ke dalam 33 berkas perkara terorisme. Para terdakwa berasal dari hasil penggerebakan yang dilakukan Densus 88 Anti Teror di Aceh.

Dari 563 pelaku teroris yang diadili, lanjut Kapolri, yang sebentar lagi pensiun ini, sebanyak 471 terdakwa telah dijebloskan ke penjara. Namun, 245 di antaranya sudah bebas. "Yang sudah bebas ini menjadi warning kita semua, sebab yang militan akan kembali bergabung dengan kelompok mereka," katanya.

Secara terpisah, pengamat terorisme Noor Huda Ismail menilai langkah Polri menggandeng TNI bisa membuat blunder karena dianggap sebagai tantangan bagi kelompok ini. "Istilahnya lu jual gua beli," kata alumnus St Andrew University Scotlandia itu.

Huda menjelaskan, sebenarnya pola serangan menembak polisi dan merampok sudah dilakukan kelompok teroris itu sejak lama. Misalnya, pada tahun 2005, sempalan anggota Kompak di bawah komando Asep Djaja menyerang pos Brimob di Loki, Seram.

Dalam wawancara, Asep menjelaskan bahwa aksi mereka didasari keinginan untuk qishos (membalas) aparat kepolisian yang, menurut dia, lebih berpihak kepada kelompok lawan mereka ketika konflik komunal di Ambon terjadi.

Lalu, tahun 2002, jaringan Imam Samudra merampok toko emas di Serang untuk mendanai aksi bom Bali pertama. Pada tahun yang sama, Abu Tholut sudah berencana merampok mobil Pemerintah Daerah Poso yang membawa uang.

Namun, rencana ditolak oleh salah satu anggota senior kelompok Abu Tholut. Pada Juli 2003, Abu Tholut ditangkap dan rencana perampokan diteruskan oleh anak buahnya. "Ini sebenarnya hanya mengulangi pola lama," katanya.

Di bagian lain untuk mencegah penyakit kambuhan narapidana teroris, dalam waktu dekat, Kemenkumham segera menyiapkan pembinaan khusus bagi terpidana kasus kejahatan terorisme. "Saya kira untuk teroris perlu kita pikirkan dengan cara tersendiri. Ini yang sedang saya pikirkan karena saya juga baru tahu Abu Tholut. Tampaknya terapi kita memang belum mantap," papar Menkumham Patrialis Akbar ketika ditemui di kantornya, kemarin.

Patrialis menuturkan, selama ini pihaknya melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) sudah memberikan pembinaan yang cukup kepada para narapidana terorisme. Para napi tersebut telah diberikan pemahaman kewarganegaraan agar konsep agama yang terdistorsi bisa diluruskan. "Katakan dia seorang muslim, perintah di Alquran kan jelas tidak boleh bunuh orang," ujarnya.

Densus Buru Tiga Ajudan Tholut

Densus 88 bukan hanya memburu Abu Tholut, komandan utama kelompok teroris. Tapi, pasukan antiteror Mabes Polri itu all-out mengejar tiga orang yang berbahaya. Yakni, Taufik Hidayat, Jefri alias Kamal, dan Alex Cecep Gunawan. "Ketiganya punya peran sangat penting," kata Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD), kemarin.

Tholut merupakan alumni kamp Afghanistan yang menguasai ilmu gerilya dan penyerangan sporadis. Sedangkan tiga orang ini adalah pelapis (pelindung) pertamanya. "Taufik memimpin perampokan CIMB Niaga," jelas BHD.

Taufik juga yang membunuh anggota Brimob Manuel Simanjuntak yang sedang berjaga di bank itu. "Dia merampas M-16 dan sekarang masih memegang senjata itu," katanya. Polisi menduga Taufik adalah alumni pelatihan kamp Aceh angkatan pertama (2009). Selain itu, Taufik mempunyai latar belakang jihad di Poso pada 2001.

"Dia berbadan tegap, dan memberi komando dengan gerakan isyarat tangan," kata Kapolri sembari menunjukkan rekaman foto Taufik di CIMB Niaga yang tertutup helm.

Pelaku teror lain yang menjadi buron yakni Jefri alias Kamal. Dia juga ikut dalam aksi perampokan Bank CIMB Niaga. Kamal juga pernah terlibat dalam pembuatan bom di Cimanggis 2004, dan juga murid Oman Abdurahman (sudah tertangkap). "Perannya penting karena dia ahli ideologi dan memfasilitasi kamp teroris di Aceh," katanya.

Sedangkan Alex Cecep Gunawan merupakan eks veteran Poso. Dia juga mahir menggunakan senjata api. "Kita sedang cari fotonya," katanya. Menurut BHD, tiga nama selain Tholut itu diakui oleh para tersangka yang sudah ditangkap di Medan.

Saat ini, 11 teroris ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua. Mereka adalah, Jumirin alias Sobirin alias Abu Azam, Khairul Gazali alias Abu Yasin, Anton Sujarwo alias Supriyadi, Kasman Hadiyaono, Agus Sunyoto alias Gaplek, Bagas alias Deri, Nibras alias Arab alias Amir, Suraji alias Agus Iwan, Fero Risky Adrian alias Eki, Dicky Ilvan Alidin dan Jaja Miharja alias Syafrizal

Sedangkan, teroris meninggal dunia dan masih di RS Polri, Jakarta Timur adalah Dani alias Ajo, Yuki Wantoro alias Rozak dan Ridwan alias Iwan. Lalu, teroris luka dirawat di RS Polri, Jakarta Timur adalah Marwan alias Waknong alias Wak Geng, Suryo Saputro alias Umar alias Siam dan Beben Khairul Rizal alias Abah alias Abu Jihad alias Ijal. Lalu, tersangka teroris ditangkap di Lampung adalah Hendri Susanto, Heri Kuswanto alias Ari, Wahono alias Bawor dan Abdul Haris Munandar alias Aris.

Secara terpisah, sumber Fajar di lapangan menyebut, pengejaran terhadap jaringan ini semakin mendapat titik terang. "Kadensus sudah disini," kata sumber itu menolak menyebut nama kota tempat perburuan. Lazimnya, jika Kadensus sudah berada di lokasi, maka dalam hitungan hari atau bahkan jam operasi akan dilakukan. "Doakan saja sukses," katanya.

Selama ini, pola pengejaran para tersangka teroris memang unik. Mereka tidak langsung ditangkap jika baru terpantau satu dua orang saja. Biasanya korps burung hantu menunggu momentum krusial untuk melumpuhkan jaringan secara sekaligus. Atau jika tidak, justru sengaja "dilepas" untuk diawasi dan mencari target yang lebih tinggi levelnya dari tersangka yang sudah diketahui keberadaannya.(rdl-jpnn)
Tag : Berita
Back To Top