Jumat, 12 februari 2010
TEMPO Interaktif, Jakarta - Antasari Azhar dan kawan-kawan lolos dari hukuman mati. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin hanya memvonis para terdakwa kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen Iskandar itu hukuman penjara dengan masa berbeda.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar dihukum 18 tahun penjara. Terdakwa lainnya, Sigid Haryo Wibisono, dihukum 15 tahun. Adapun mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Wiliardi Wizar divonis 12 tahun penjara.
Menurut majelis hakim, ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam pembunuhan Nasrudin. Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran itu tewas karena ditembak pada bagian kepalanya beberapa saat setelah main golf di Padang Golf Modernland, Tangerang Selatan, Maret tahun lalu.
Vonis majelis itu hakim lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa. Sebelumnya, tim jaksa menuntut hukuman mati atas ketiga orang yang didakwa merancang pembunuhan Nasrudin itu.
Ketua majelis hakim persidangan Antasari, Herry Swantoro, mengungkapkan sejumlah hal yang meringankan terdakwa. Antasari bersikap sopan dan santun selama persidangan serta tidak pernah dihukum sebelumnya. Antasari pun dianggap pernah berjasa kepada negara dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Charis Mardiyanto, hakim ketua dalam persidangan Sigid Haryo, juga mengungkapkan hal yang meringankan bagi terdakwa, antara lain sikapnya yang kooperatif, "Sehingga persidangan berjalan lancar."
Adapun Artha Theresia Silalahi, ketua majelis hakim kasus Wiliardi, mengatakan terdakwa belum pernah melakukan perbuatan tercela. Wiliardi pun pernah mendapat penghargaan dari dalam dan luar negeri selama 20 tahun menjadi polisi. "Fakta yuridisnya sudah benar, tapi hakim punya pertimbangan lain untuk tidak menjatuhkan vonis hukuman mati," kata Artha.
Putusan hakim memantik kekecewaan keluarga Nasrudin di Makassar. Ibu Nasrudin, Andi Muliati, 68 tahun, mengatakan penegakan hukum dalam kasus pembunuhan anaknya dicederai dengan vonis hakim yang sangat ringan. "Saya sama sekali tidak terima dengan putusan hakim. Ini sangat jauh dari harapan kami," kata Muliani sambil berlinang air mata.
Kekecewaan dengan alasan berbeda disampaikan oleh tim pembela Antasari. Menurut mereka, hakim tidak mempertimbangkan pembelaan tim pengacara dan tuntutan jaksa. "Kalau tidak sependapat, seharusnya memberikan argumen. Ini tidak dibahas sama sekali," kata ketua tim pembela, Juniver Girsang.
Pengacara Sigid, Sholeh Hamid, juga mengaku kecewa atas putusan hakim. "Hukuman 15 tahun terlalu berat." Apalagi, menurut Sholeh, dalam pertemuan di rumah Sigid--yang disebut sebagai tempat perencanaan pembunuhan--tak ada pembicaraan antara Antasari, Wiliardi, dan Sigid soal rencana pembunuhan.
Jaksa Iwan Setiawan juga mempertanyakan vonis hakim atas Wiliardi. Menurut dia, jaksa sama sekali tidak melihat ada unsur yang meringankan bagi Wiliardi. Apalagi, vonis majelis hakim juga merujuk pada hampir seluruh pertimbangan yang diberikan jaksa. "Hampir 90 persen klausul pidana kami masuk," kata dia.
Namun, hakim Artha punya alasan soal ini. Vonis lebih rendah dari tuntutan itu karena majelis hakim tidak merujuk pada tuntutan jaksa. "Kenapa memangnya, harus? Putusan majelis hakim tak harus mengikuti tuntutan," ujar Artha kepada Anne L. Handayani dari Tempo di ruang kerjanya.
Artha menambahkan, dalam kasus Wiliardi, misalnya, opsi hukuman mati seperti diajukan jaksa juga tak muncul dalam diskusi penentuan vonis. "Majelis hanya terfokus pada fakta di persidangan yang membuktikan terdakwa terlibat," ujar Artha.
TEMPO Interaktif, Jakarta - Antasari Azhar dan kawan-kawan lolos dari hukuman mati. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin hanya memvonis para terdakwa kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen Iskandar itu hukuman penjara dengan masa berbeda.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar dihukum 18 tahun penjara. Terdakwa lainnya, Sigid Haryo Wibisono, dihukum 15 tahun. Adapun mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Wiliardi Wizar divonis 12 tahun penjara.
Menurut majelis hakim, ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam pembunuhan Nasrudin. Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran itu tewas karena ditembak pada bagian kepalanya beberapa saat setelah main golf di Padang Golf Modernland, Tangerang Selatan, Maret tahun lalu.
Vonis majelis itu hakim lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa. Sebelumnya, tim jaksa menuntut hukuman mati atas ketiga orang yang didakwa merancang pembunuhan Nasrudin itu.
Ketua majelis hakim persidangan Antasari, Herry Swantoro, mengungkapkan sejumlah hal yang meringankan terdakwa. Antasari bersikap sopan dan santun selama persidangan serta tidak pernah dihukum sebelumnya. Antasari pun dianggap pernah berjasa kepada negara dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Charis Mardiyanto, hakim ketua dalam persidangan Sigid Haryo, juga mengungkapkan hal yang meringankan bagi terdakwa, antara lain sikapnya yang kooperatif, "Sehingga persidangan berjalan lancar."
Adapun Artha Theresia Silalahi, ketua majelis hakim kasus Wiliardi, mengatakan terdakwa belum pernah melakukan perbuatan tercela. Wiliardi pun pernah mendapat penghargaan dari dalam dan luar negeri selama 20 tahun menjadi polisi. "Fakta yuridisnya sudah benar, tapi hakim punya pertimbangan lain untuk tidak menjatuhkan vonis hukuman mati," kata Artha.
Putusan hakim memantik kekecewaan keluarga Nasrudin di Makassar. Ibu Nasrudin, Andi Muliati, 68 tahun, mengatakan penegakan hukum dalam kasus pembunuhan anaknya dicederai dengan vonis hakim yang sangat ringan. "Saya sama sekali tidak terima dengan putusan hakim. Ini sangat jauh dari harapan kami," kata Muliani sambil berlinang air mata.
Kekecewaan dengan alasan berbeda disampaikan oleh tim pembela Antasari. Menurut mereka, hakim tidak mempertimbangkan pembelaan tim pengacara dan tuntutan jaksa. "Kalau tidak sependapat, seharusnya memberikan argumen. Ini tidak dibahas sama sekali," kata ketua tim pembela, Juniver Girsang.
Pengacara Sigid, Sholeh Hamid, juga mengaku kecewa atas putusan hakim. "Hukuman 15 tahun terlalu berat." Apalagi, menurut Sholeh, dalam pertemuan di rumah Sigid--yang disebut sebagai tempat perencanaan pembunuhan--tak ada pembicaraan antara Antasari, Wiliardi, dan Sigid soal rencana pembunuhan.
Jaksa Iwan Setiawan juga mempertanyakan vonis hakim atas Wiliardi. Menurut dia, jaksa sama sekali tidak melihat ada unsur yang meringankan bagi Wiliardi. Apalagi, vonis majelis hakim juga merujuk pada hampir seluruh pertimbangan yang diberikan jaksa. "Hampir 90 persen klausul pidana kami masuk," kata dia.
Namun, hakim Artha punya alasan soal ini. Vonis lebih rendah dari tuntutan itu karena majelis hakim tidak merujuk pada tuntutan jaksa. "Kenapa memangnya, harus? Putusan majelis hakim tak harus mengikuti tuntutan," ujar Artha kepada Anne L. Handayani dari Tempo di ruang kerjanya.
Artha menambahkan, dalam kasus Wiliardi, misalnya, opsi hukuman mati seperti diajukan jaksa juga tak muncul dalam diskusi penentuan vonis. "Majelis hanya terfokus pada fakta di persidangan yang membuktikan terdakwa terlibat," ujar Artha.
Tag :
Berita