Jumat, 12/02/2010 15:46 WIB
Takut Dilaporkan Polisi, Gatot Rela Anaknya Diadopsi
Rois Jajeli - detikSurabaya
Surabaya - Raut ketakutan terpancar di wajah Gatot Subakti (40) dan Sutiasih (35), warga Rangkah Buntu I Surabaya. Keduanya takut berhubungan dengan kepolisian, jika sampai Minggu (14/2/2010) besok tidak bisa membayar biaya persalinan istrinya.
"Mas, mosok aku ambek bojoku arep digowo polisi nek gak iso mbayar rumah sakit (mas, masak saya dan suami saya dibawa polisi, kalau tidak bisa membayar ke rumah sakit," kata Sutiasih, sambil memegangi perutnya yang masih sakit setelah diopersi caesar, saat bincang-bincang dengan detiksurabaya.com di rumah orang tuanya, Jumat (12/2/2010)
Sutiasih menuturkan, keluarganya adalah orang tidak mampu. Penghasilan yang didapat suaminya dari mengeruk sampah di tempat pembuangan sampah (TPS) Jalan WR
Supratman, hanya cukup digunakan untuk makan sehari-hari.
"Sehari paling sekitar Rp 15 ribu, paling banyak Rp 25 ribu sehari. Isok mangan ae wes lumayan mas (Bisa makan sudah cukup)," tambah Gatot, yang duduk di samping Sutiasih.
Gatot sebenarnya juga tidak tinggal diam. Dia juga berusaha mencari pinjaman ke temannya sesama tukang sampah. Tapi sampai saat ini masih belum terkumpulkan. Mau pinjam ke kerabatnya juga tida mungkin, karena Gatot tidak punya saudara di Surabaya. Sedangkan keluarga Sutiasih, sebanyak 11 orang, kondisi juga sama seperti mereka.
"Aku bingung mas, nek gak isok mbayar minggu mene (Saya bingung mas kalau tidak
bisa membayar dan melunasi pada minggu besok)," ujar Gatot.
Kondisi tersebut membuat Gatot malas makan, karena memikirkan pemecahan masalahnya agar anaknya yang diberi nama Ahmad Supriyanto bisa keluar dari rumah sakit dan ada yang merawatnya.
"Mulai istrinya saya sakit, melahirkan sampai sekarang saya nggak makan. Saya hanya minum air putih saja. Istri saya juga menangis terus dan selalu ingat anak saya," tuturnya.
Pasangan keluarga miskin ini akhirnya sepakat, dan rela jika ada keluarga yang mengadopsi anaknya. Yang penting bagi mereka, keduanya bisa melunasi pembayaran di Surabaya Medical Service (SMS), tempat istrinya melahirkan.
"Mas, kalau ada tetangga yang mau mengadopsi anak saya, saya nggak apa-apa. Yang penting anak saya selamat dan ada yang merawatnya dari keluarga baik-baik. Tapi kulo mboten ngedol lo mas, mosok anake dewe kok didol. Kulo wedi nek dicekel polisi (tapi saya bukan ada niat untuk menjualnya. Masak anak saya sendiri kok dijual. Saya takut kalau ditangkap polisi," ujar Sutiasih, dengan wajah ketakutan.
Selain itu, Sutiasih, berharap bantuan dari dermawan untuk mengeluarkan anaknya. "Nek wonten sing maringi silihan yotro, kulo nggeh poron. Kulo nggeh nerami, nek wonten seng maringi (Kalau ada yang memberikan pinjaman uang, saya menerimanya. Saya juga menerima kalau ada yang menyumbangnya," harapnya.
Anda mau membantu meringankan beban keluarga miskin ini? Salurkan bantuan Anda lewat dompet amal yang digalang detikers forum.detiksurabaya.com. (roi/bdh)
Takut Dilaporkan Polisi, Gatot Rela Anaknya Diadopsi
Rois Jajeli - detikSurabaya
Surabaya - Raut ketakutan terpancar di wajah Gatot Subakti (40) dan Sutiasih (35), warga Rangkah Buntu I Surabaya. Keduanya takut berhubungan dengan kepolisian, jika sampai Minggu (14/2/2010) besok tidak bisa membayar biaya persalinan istrinya.
"Mas, mosok aku ambek bojoku arep digowo polisi nek gak iso mbayar rumah sakit (mas, masak saya dan suami saya dibawa polisi, kalau tidak bisa membayar ke rumah sakit," kata Sutiasih, sambil memegangi perutnya yang masih sakit setelah diopersi caesar, saat bincang-bincang dengan detiksurabaya.com di rumah orang tuanya, Jumat (12/2/2010)
Sutiasih menuturkan, keluarganya adalah orang tidak mampu. Penghasilan yang didapat suaminya dari mengeruk sampah di tempat pembuangan sampah (TPS) Jalan WR
Supratman, hanya cukup digunakan untuk makan sehari-hari.
"Sehari paling sekitar Rp 15 ribu, paling banyak Rp 25 ribu sehari. Isok mangan ae wes lumayan mas (Bisa makan sudah cukup)," tambah Gatot, yang duduk di samping Sutiasih.
Gatot sebenarnya juga tidak tinggal diam. Dia juga berusaha mencari pinjaman ke temannya sesama tukang sampah. Tapi sampai saat ini masih belum terkumpulkan. Mau pinjam ke kerabatnya juga tida mungkin, karena Gatot tidak punya saudara di Surabaya. Sedangkan keluarga Sutiasih, sebanyak 11 orang, kondisi juga sama seperti mereka.
"Aku bingung mas, nek gak isok mbayar minggu mene (Saya bingung mas kalau tidak
bisa membayar dan melunasi pada minggu besok)," ujar Gatot.
Kondisi tersebut membuat Gatot malas makan, karena memikirkan pemecahan masalahnya agar anaknya yang diberi nama Ahmad Supriyanto bisa keluar dari rumah sakit dan ada yang merawatnya.
"Mulai istrinya saya sakit, melahirkan sampai sekarang saya nggak makan. Saya hanya minum air putih saja. Istri saya juga menangis terus dan selalu ingat anak saya," tuturnya.
Pasangan keluarga miskin ini akhirnya sepakat, dan rela jika ada keluarga yang mengadopsi anaknya. Yang penting bagi mereka, keduanya bisa melunasi pembayaran di Surabaya Medical Service (SMS), tempat istrinya melahirkan.
"Mas, kalau ada tetangga yang mau mengadopsi anak saya, saya nggak apa-apa. Yang penting anak saya selamat dan ada yang merawatnya dari keluarga baik-baik. Tapi kulo mboten ngedol lo mas, mosok anake dewe kok didol. Kulo wedi nek dicekel polisi (tapi saya bukan ada niat untuk menjualnya. Masak anak saya sendiri kok dijual. Saya takut kalau ditangkap polisi," ujar Sutiasih, dengan wajah ketakutan.
Selain itu, Sutiasih, berharap bantuan dari dermawan untuk mengeluarkan anaknya. "Nek wonten sing maringi silihan yotro, kulo nggeh poron. Kulo nggeh nerami, nek wonten seng maringi (Kalau ada yang memberikan pinjaman uang, saya menerimanya. Saya juga menerima kalau ada yang menyumbangnya," harapnya.
Anda mau membantu meringankan beban keluarga miskin ini? Salurkan bantuan Anda lewat dompet amal yang digalang detikers forum.detiksurabaya.com. (roi/bdh)
Tag :
Berita