Jumat, 12/02/2010 07:24 WIB
Arya Perdhana - detiksport
Jakarta - Siapa pelatih timnas Indonesia pengganti Benny Dollo belum dipilih PSSI. Penyerang 'Merah Putih' Bambang Pamungkas mengaku lebih suka ditangani pelatih asing.
Kontrak Benny dengan Indonesia usai akhir Januari lalu dan ia pun beralih jadi pelatih Persija Jakarta. Meski kontraknya telah berakhir, tampaknya Benny akan tetap mendampingi timnas kala melakoni laga terakhir kualifikasi Piala Asia 2011 melawan tuan rumah Australia, Maret nanti.
Perdebatan lama tentang sosok ideal pelatih timnas mengemuka lagi. Salah satu persoalan yang ramai diperhatikan adalah tentang siapa yang lebih layak menangani tim kebanggaan masyarakat Indonesia itu, pelatih lokal atau pelatih asing?
"Saya lebih condong kepada pelatih asing, setidaknya untuk saat ini. Mengapa? Karena pelatih asing biasanya akan lebih obyektif, tidak terpengaruh nama besar, berdisiplin tinggi, berani memberi kesempatan kepada pemain muda, dan tidak mudah diintervensi oleh siapapun," tulis Bambang di situs pribadinya.
Bambang mencontohkan independensi dan ketegasan pelatih asing pernah ditunjukkan oleh Anatoly Polosin yang mengantar Indonesia meraih medali emas SEA Games 1991, juga oleh pelatih asing lain seperti Bernard Schumm, Peter Withe dan Ivan Kolev.
"Kita mungkin masih ingat, bagaimana Indonesia meraih emas SEA Games Manila 1991. Saat itu ujung tombak utama timnas diemban oleh dua pemain berusia 20 tahun, yaitu Widodo C. Putro dan Rochy Putiray," tulis BP.
"Ketika SEA Games 1999, Bernard Schumm berani menjadikan pemuda belia berusia 19 tahun (Bambang Pamungkas), sebagai starting line up, padahal saat itu ia masih tercatat sebagai siswa Diklat Salatiga dan tanpa klub profesional," lanjutnya.
"Tiger Cup 2004, Peter White berani mengambil risiko, untuk memasang Boaz Salossa yang saat itu belum genap berusia 19 tahun, sebagai pemain inti. Artinya, ini adalah indikasi jika pelatih asing sanggup mengambil risiko untuk menaruh kepercayaan kepada para pemain muda, tanpa silau dengan nama besar para pemain senior yang sudah mapan."
Selain itu, pelatih asing juga tak segan-segan mencoret pemain dengan nama besar bila mereka tak disiplin atau tak sesuai dengan skema yang ia buat. BP mencontohkan Withe yang tak membawanya di Piala Tiger 2004 dan Kolev yang mencoret Zainal Arif di Piala Asia 2007.
"Pelatih-pelatih tersebut berani melawan arus untuk mempertahankan keyakinan serta pendirian mereka. Walaupun saat itu masyarakat mengkritik kebijakan mereka, akan tetapi mereka tetap pada pendirian masing-masing," kata penyerang Persija Jakarta itu.
"Mereka bersikukuh, bahwa kendali timnas sepenuhnya berada di tangan mereka. Mereka tidak ingin diintervensi oleh siapa pun dan dari pihak mana pun, karena pada akhirnya merekalah yang bertanggung jawab atas apapun hasil yang diraih oleh tim tersebut," tutup dia.
( arp / din )
Arya Perdhana - detiksport
Jakarta - Siapa pelatih timnas Indonesia pengganti Benny Dollo belum dipilih PSSI. Penyerang 'Merah Putih' Bambang Pamungkas mengaku lebih suka ditangani pelatih asing.
Kontrak Benny dengan Indonesia usai akhir Januari lalu dan ia pun beralih jadi pelatih Persija Jakarta. Meski kontraknya telah berakhir, tampaknya Benny akan tetap mendampingi timnas kala melakoni laga terakhir kualifikasi Piala Asia 2011 melawan tuan rumah Australia, Maret nanti.
Perdebatan lama tentang sosok ideal pelatih timnas mengemuka lagi. Salah satu persoalan yang ramai diperhatikan adalah tentang siapa yang lebih layak menangani tim kebanggaan masyarakat Indonesia itu, pelatih lokal atau pelatih asing?
"Saya lebih condong kepada pelatih asing, setidaknya untuk saat ini. Mengapa? Karena pelatih asing biasanya akan lebih obyektif, tidak terpengaruh nama besar, berdisiplin tinggi, berani memberi kesempatan kepada pemain muda, dan tidak mudah diintervensi oleh siapapun," tulis Bambang di situs pribadinya.
Bambang mencontohkan independensi dan ketegasan pelatih asing pernah ditunjukkan oleh Anatoly Polosin yang mengantar Indonesia meraih medali emas SEA Games 1991, juga oleh pelatih asing lain seperti Bernard Schumm, Peter Withe dan Ivan Kolev.
"Kita mungkin masih ingat, bagaimana Indonesia meraih emas SEA Games Manila 1991. Saat itu ujung tombak utama timnas diemban oleh dua pemain berusia 20 tahun, yaitu Widodo C. Putro dan Rochy Putiray," tulis BP.
"Ketika SEA Games 1999, Bernard Schumm berani menjadikan pemuda belia berusia 19 tahun (Bambang Pamungkas), sebagai starting line up, padahal saat itu ia masih tercatat sebagai siswa Diklat Salatiga dan tanpa klub profesional," lanjutnya.
"Tiger Cup 2004, Peter White berani mengambil risiko, untuk memasang Boaz Salossa yang saat itu belum genap berusia 19 tahun, sebagai pemain inti. Artinya, ini adalah indikasi jika pelatih asing sanggup mengambil risiko untuk menaruh kepercayaan kepada para pemain muda, tanpa silau dengan nama besar para pemain senior yang sudah mapan."
Selain itu, pelatih asing juga tak segan-segan mencoret pemain dengan nama besar bila mereka tak disiplin atau tak sesuai dengan skema yang ia buat. BP mencontohkan Withe yang tak membawanya di Piala Tiger 2004 dan Kolev yang mencoret Zainal Arif di Piala Asia 2007.
"Pelatih-pelatih tersebut berani melawan arus untuk mempertahankan keyakinan serta pendirian mereka. Walaupun saat itu masyarakat mengkritik kebijakan mereka, akan tetapi mereka tetap pada pendirian masing-masing," kata penyerang Persija Jakarta itu.
"Mereka bersikukuh, bahwa kendali timnas sepenuhnya berada di tangan mereka. Mereka tidak ingin diintervensi oleh siapa pun dan dari pihak mana pun, karena pada akhirnya merekalah yang bertanggung jawab atas apapun hasil yang diraih oleh tim tersebut," tutup dia.
( arp / din )
Tag :
Sport