Semanis Gula, Segurih Kelapa

loading...

Kesederhanaan Sang Guru Bangsa

A syafii maarif.jpgSosok Achmad Syafii Maarif ini tergolong unik. Di tengah hiruk pikuk politik  dan orang yang berlomba-lomba menumpuk harta kekayaan, mantan Ketua PP Muhammdiyah periode 1999 – 2004 ini justru sebaliknya. Ia tetap kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah dan elit politik yang dianggapnya tidak berpihak kepada rakyat. Bahkan kritik dan teguran yang ia sampaikan kadang cukup pedas sehingga membuat telinga merah orang yang terkena kritikannya. Dan, bagi pria kelahiran Desa Sumpur Kudus, Sumatera Barat  75 tahun lampau ini tidak kenal takut dan ‘keder’ atas apa yang telah ia lakukan.
Kepada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah tak terhitung berapa kali ia menyampaikan kritik yang sangat pedas. Ketika SBY di awal pemerintahan mengeluarkan kebijakan memberikan mobil mewah kepada setiap menteri yang membantunya, dengan terang-terangan ia menolak kebijakan itu. Menurut Buya, begitu kadang ia disapa, belum waktunya pemerintah Indonesia memberikan “kemewahan” itu. Menurutnya  masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Juga soal renovasi pagar istana kepresidenan yang menelan biaya hampir Rp 20 miliar juga tak luput dari kritik pria yang sangat pluralis itu. “Pemerintah hendaknya lebih peka dan mendengarkan suara rakyat. Jangan meremehkan suara rakyat,” ujar Buya  memberi peringatan.
Dalam mengkritik, Buya tak tebang pilih atau pilih kasih. Amien Rais, yang tergolong dekat dengannya tak luput dari kritiknya. Amien pernah “ditegur” ketika mengkritik cukup keras terhadap KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Juga kepada Din Syamsudin, Ketua PP Muhammadiyah yang baru saja terpilih. Kepada Din, Maarif minta agar organisasi Muhammadiyah tidak dibawa ke politik praktis seperti tahun-tahun sebelumnya.
Syafii Maarif yang kini tinggal di Yogyakarta tergolong orang yang langka. Ia bisa saja mengejar kekayaan dengan modal ilmu yang telah diraih. Lulusan Doktor  dari University of Chicago, Amerika Serikat itu memilih hidup sangat sederhana.  Ia tidak merasa malu jika bepergian masih menumpang angkutan umum.
 
Banyak kalangan menilai, Achmad Syafii Maarif yang bangga sebagai anak kampung itu sebagai guru bangsa. Melalui sepak terjang dan suri tauladan yang ia perlihatkan patutlah menjadi panutan bangsa Indonesia terutama kepada para pemimpin dan elit politik. Di tengah kehidupan berbangsa yang semakin hedonis, Indonesia sangat membutuhkan Maarif-Maarif yang lain.

Prof. Dr. H. Ahmad Syafi'i Ma'arif

Lahir lahir 31 Mei 1935; umur 75 tahun
Sumpurkudus, Sijunjung, Sumatera Barat
Dikenal karena Ketua Umum PP Muhammadiyah
Masa jabatan 2000 - 2005
Pendahulu Amien Rais
Pengganti Din Syamsuddin
Anggota dari Maarif Institute for Culture and Humanity
Pasangan Hj. Nurchalifah
Ahmad Syafi'i Ma'arif (lahir di Sumpurkudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, 31 Mei1935; umur 75 tahun) adalah mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, yang juga dikenal sebagai seorang tokoh dan ilmuwan yang mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat. Sikapnya yang plural, kritis, dan bersahaja telah memposisikannya sebagai Bapak Bangsa. Ia tidak segan-segan mengkritik sebuah kekeliruan, meskipun yang dikritik itu adalah temannya sendiri.

Masa muda

Sejak kecil ia hidup dalam lingkungan keislaman yang kental. Lulus dari IbtidaiyahYogyakarta di sekolah yang sama. Ia memang mengambil seluruh pendidikan menengahnya di Mualimin Muhammadiyah. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto, Solo, hingga memperoleh gelar sarjana muda. Setamat dari Fakultas Hukum, ia melanjutkan pendidikannya ke IKIP Yogyakarta, dan memperoleh gelar sarjana sejarah. Sumpurkudus, ia melanjutkan ke Madrasah Muallim Lintau, yang kemudian pindah ke
Selanjutnya bekas aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini, terus meneruskan menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti Program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Sementara gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS, dengan disertasi Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.
Selama di Chicago inilah, anak bungsu di antara empat bersaudara ini, terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan dari seorang tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman. Di sana pula, ia kerap terlibat diskusi intensif dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang sedang mengikuti pendidikan doktornya.

Aktivitas

Setelah meninggalkan posisnya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, kini ia aktif dalam komunitas Maarif Institute. Di samping itu, guru besar IKIP Yogyakarta ini, juga rajin menulis, di samping menjadi pembicara dalam sejumlah seminar. Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam, dan dipublikasikan di sejumlah media cetak. Selain itu, ia juga menuangkan pikirannya dalam bentuk buku. Bukunya yang sudah terbit, antara lain, berjudul Dinamika Islam dan Islam, Mengapa Tidak?, kedua-duanya diterbitkan oleh Shalahuddin Press, 1984. Kemudian Islam dan Masalah Kenegaraan, yang diterbitkan oleh LP3ES, 1985. Atas karya-karyanya, pada tahun 2008 Syafii mendapatkan penghargaan Ramon MagsaysayFilipina.[1] dari pemerintah

Karya tulis

  • Mengapa Vietnam Jatuh Seluruhnya ke Tangan Komunis, Yayasan FKIS-IKIP, Yogyakarta, 1975
  • Dinamika Islam, Shalahuddin Press, 1984
  • Islam, Mengapa Tidak?, Shalahuddin Press, 1984
  • Percik-percik Pemikiran Iqbal, Shalahuddin Press, 1984
  • Islam dan Masalah Kenegaraan, LP3ES, 1985
 Sumber: 
  • http://kickandy.com/theshow/1/1/1927/read/SI-ANAK-KAMPOENG
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Syafi%27i_Ma%27arif
Tag : Tokoh
Back To Top