Semanis Gula, Segurih Kelapa

loading...

PRJ: Berawal Dari Pasar Gambir Kini Jadi Jakarta Fair

Sejarah Pekan Raya Jakarta (PRJ) dari 1922-sekarang (foto koleksi Troppenmuseum)

GulaKlapa - Beberapa hari belakangan ini Pekan Raya Jakarta atau PRJ ramai dibicarakan. Beragam media memberitakan pameran tahunan terbesar di Indonesia yang dulu bernama Jakarta Fair.

Ramainya pemberitaan tentang PRJ bukan saja karena akhir pekan kemarin telah secara resmi dibuka, tetapi juga tentang polemik penyelenggaraannya yang oleh sebagian orang sudah bukan cerminan pesta rakyat seperta awal diselenggarakannya pada 1968 silam.

Seperti kita ketahui sekarang PRJ semata-mata hanya berorientasi bisnis dan telah menyimpang jauh dari ide awal yang diusung sebagai sebuah pesta rakyat Jakarta.

Berawal Dari Gambir
Jauh sebelum adanya PRJ, bahkan sebelum negara Indonesia lahir, ketika Jakarta masih menyandang nama Batavia dan masih dikuasai oleh Hindia Belanda sebagai penghormatan untuk memperingati penobatan Ratu Wilhelmina di Batavia, Pemerintah Hindia Belanda mengadakan pesta berupa Pasar Malam.
Pasar Malam Gambir era Belanda 1922 (koleksi Troppenmuseum)
Sebuah Pasar Malam Besar, saat itu diputuskan oleh Pemerintahan Gementee Batavia, Pasar Malam Besar diadakan di Koningsplein (Lapangan Monas Sekarang) atau juga dikenal sebagai Lapangan Gambir.

Pasar Malam Gambir, nama yang dikenal masyarakat luas pada waktu mula-mula diadakan pada 13 Agustus 1898. Rakyat banyak datang dan agenda pasar malam gambir sukses berat. Kebesaran Pasar Gambir berpuncak pada tahun 1907 saat Van Heutz mengadakan pesta besar, disana macam-macam pertunjukan tonil ada, menurut buku almenak Hindia Belanda keluaran 1921, disebut pada tahun 1907 banyak sekali panggung-panggung, ditengahnya ada ring tinju, lalu ada kembang-kembang gula untuk anak-anak, ada lempar bola, ada olahraga ketangkasan, dan banyak orang menjual baju-baju.

Pasar Malam Gambir juga menjadi ajang "mejeng" para pemuda-pemudi di jaman lampau. Mereka tiap sore menggunakan bendi atau mobil ford T berkeliling Gambir, kebanyakan adalah sinyo-sinyo Belanda ataupun pemuda keturunan Tionghoa yang kaya raya. Malamnya diadakan pertunjukan lagu-lagu. Grup Tonil Miss Tjitjih juga pernah tampil disini.

Pasar Malam Gambir sebagai Pasar Malam kesukaan orang Batavia menjadi bubar ketika Jepang mendarat di Pulau Jawa pada tahun 1942.

Awal Djakarta Fair
Revitalisasi Pasar Malam Gambir menemukan momentumnya, saat Ali Sadikin mengajukan ide Djakarta Fair (DF) pada tahun 1968, saat itu Ali Sadikin, Djumatidjin dan Rio Tambunan naik Jeep keliling Monas untuk inspeksi kebersihan, kemudian Ali Sadikin bikin ide supaya Pemerintahan Djakarta ada pemasukan anggaran daerah sekaligus mengenalkan Djakarta sebagai kota yang ramah terhadap bisnis dan kota hiburan. Ali Sadikin ingin ada semacam festival tahunan seperti di Perancis dan Inggris. Lalu Djumatidjin asisten Ali Sadikin berkata "Bagaimana kalau kita jadikan Monas sebagai ajang Djakarta Fair" Ali Sadikin senang atas usulan itu.
Pekan Raya Jakarta di Monas 1969-1991 (koleksi Troppenmuseum)
Lalu Ali Sadikin meminta jagoan bisnis bernama Syamsudin Mangan untuk mengadakan Djakarta Fair, akhirnya dengan ide-ide dagang Syamsudin Mangan maka dibentuklan Djakarta Fair 1969. Saat diadakan Djakarta Fair 1969, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon sempat jalan-jalan ke area Djakarta Fair 1969.

Sejak saat itulah Djakarta Fair menjadi bagian penting dalam sejarah kota Jakarta.       

Gelaran akbar Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair kembali dibuka. Pameran yang konon disebut terbesar se-Asia Tenggara itu akan digelar selama satu bulan penuh di Kemayoran.

PRJ pertama digelar pada tahun 1968 dan sejak saat itu hingga saat ini setiap tahun penyelenggaraannya tidak pernah terputus. Dari 1968 sampai 1991 PRJ berlangsung di Taman Monumen Nasional.

PRJ digelar pertama kali di Kawasan Monas tanggal 5 Juni hingga 20 Juli tahun 1968 dan dibuka langsung oleh Presiden Soeharto dengan melepas burung merpati pos kala itu. PRJ pertama itu dulunya disebut disebut DF yang merupakan singkatan dari Djakarta Fair (ejaan lama). Lambat laun ejaan tersebut berubah menjadi Jakarta Fair yang kemudian lebih popular dengan sebutan Pekan Raya Jakarta (PRJ).

Jakarta Fair atau PRJ sendiri digagas pertama kali oleh Syamsudin Mangan yang lebih dikenal dengan nama Haji Mangan yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Haji Mangan mengusulkan suatu ajang pameran besar untuk meningkatkan pemasaran produksi dalam negeri yang kala itu sedang mulai bangkit pasca G30S/1965 kepada Gubernur DKI yang dijabat oleh Ali Sadikin pada tahun 1967.

Gagasan atau ide ini disambut baik oleh Pemprov DKI, karena Pemerintah DKI juga ingin membuat suatu pameran besar yang terpusat dan berlangsung dalam waktu yang lama sebagai upaya menyatukan berbagai pasar malam yang ketika itu masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta, seperti Pasar Malam Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada (kini kawasan Monas).

Haji Mangan sendiri terinspirasi dari berbagai event pameran internasional yang sering diikutinya sebagai seorang konglomerat di bidang tekstil di kala itu serta Pasar Malam Gambir yang dari dulunya sudah ramai dikunjungi. Ide ini disambut baik Pemerintah DKI dengan membuat gebrakan dengan langsung membentuk panitia sementara yang dipercayakan kepada Kamar Dagang dan Industri (Kadin)yang ketuanya dijabat oleh Haji Mangan.

Panggung terbuka di arena PRJ
Agar resmi, Pemerintah DKI lalu mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No 8 tahun 1968 yang antara lain menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan dan diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun Jakarta yang dirayakan setiap tanggal 22 Juni.

Sebuah yayasan yang diberikan nama Yayasan Penyelenggara Pameran dan Pekan Raya Jakarta juga dibentuk sebagai badan pengelola PRJ. Sesuai Perda No 8/1968 tersebut tugas yayasan ini bukan hanya menyelenggarakan PRJ saja tetapi juga sebagai penyelenggara arena promosi dan hiburan Jakarta (APHJ) yang dijadwalkan berlangsung sepanjang tahun.

Syamsudin Mangan, Ketua Kadin Indonesia ketika itu dinilai berjasa dalam menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang mengubah wajah Pasar Malam Gambir yang kemudian terkenal dengan Djakarta Fair yang 'bermutasi' menjadi Jakarta Fair atau lebih dikenal dengan Pekan Raya Jakarta. Karena kegigihan Syamsuddin Mangan Djakarta Fair mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sayang, sebelum melihat ide dan gagasannya terwujud Syamsuddin Mangan dipanggil yang Kuasa.

PRJ 1968 atau DF 68 berlangsung mulus dan boleh dikatakan sukses. Mega perhelatan ini mampu menyedot pengunjung tidak kurang dari 1,4 juta orang. Fantastis! Acara yang digelar pun unik. Kala itu digelar pemilihan Ratu Waria. Yang ikut 151 peserta dan boleh dikatakan cukup banyak kala itu.

PRJ 1969 atau DF 69 'memecahkan' rekor penyelenggaran PRJ terlama karena memakan waktu penyelenggaraan 71 hari. PRJ pada umumnya berlangsung 30-35 hari. Bahkan Presiden AS pada waktu itu Richard Nixon datang ke Indonesia, sempat mampir ke DF 69. Ia berhenti di sebuah stan dekat Syamsuddin Mangan Plaza, sempat melambai-lambaikan tangannya ke pengunjung dan karyawan DF 69.

Penyelenggaraan PRJ atau Jakarta Fair ini, dari tahun ke tahun mulai mengalami perkembangan pengunjung dan pesertanya bertambah dan bertambah. Dari sekadar pasar malam, bermutasi menjadi ajang pameran Modern yang menampilkan berbagai produk. Areal yang dipakai juga bertambah. Dari hanya tujuh hektar di Kawasan Monas kini semenjak tahun 1992 dipindah ke Kawasan Kemayoran Jakarta Pusat yang menempati area seluas 44 hektar. Dan sejak itu PRJ selalu digelar di Kemayoran yang dikelola oleh PT JIEXpo.
PRJ atau Jakarta Fair Kemayoran 1992-sekarang (google.com)
Untuk memudahkan pengunjung ke PRJ di Kemayoran, shuttle bus secara gratis juga disediakan selama masa buka pameran dari Parkir IRTI Monas (seberang Kantor Gubernur DKI Jakarta). Bus-bus tersebut berangkat hampir setiap 30 menit sekali.

Seperti tahun-tahun sebelumnya Jakarta Fair kali ini juga akan dimeriahkan oleh Pentas Musik 32 Hari Nonstop, dengan 100 group band top ibu kota, Pesta Kembang Api Spektakuler, Malam Muda Mudi, Pemilihan Miss Jakarta Fair, Panggung Kesenian di Taman Budaya, Karnaval, berbagai promosi menarik di stand-stand pameran, dan undian berhadiah mobil dan sepeda motor.

Berbagai produk unggulan dalam negeri serta hasil produksi industri kecil, UKM, dan koperasi akan dipamerkan dalam event pameran terbesar di Asia Tenggara ini. Ada produk furniture, interior, building material, otomotif, handycraft, garment, sport & health, telekomunikasi, banking, stationary, komputer & elektronik, property, kosmetik, food & drink, handphone, mainan anak-anak, sepatu, branded fashion, leather, branded product, multi-product, jasa dan produk BUMN, produk kreatif, dan berbagai produk unggulan lainnya.

By Gulaklapa dari berbagai sumber
Back To Top