Semanis Gula, Segurih Kelapa

loading...

Ketika Para Bandit “Ditelanjangi”

Judul : Negara Kartugama
Penulis : Taufik Asbi
Penerbit : Media Indo Cipta
Tahun : I, 2010
Tebal : 376 halaman
Harga : Rp54.500
Intrik dan konflik selalu ada dalam kehidupan ini. Bagaimana mengurai dan memecahkan kemelut tersebut? Inilah yang menarik karena dibutuhkan insting kuat, kecerdasan, sekaligus keberanian.

Buku Negara Kartugama mencoba menjelajah ke dalam ruang petualangan, sekaligus menawarkan ketegangan otak, seolah-olah mengajak kita menjadi detektif ala Sherlock Holmes.

Merangkai cerita dengan gaya naratif, langsung pada pokok masalah, menjadikan novel karya Taufik Hasbi ini seolah-olah tak berjeda, merangsek mata, dan mengajak pembaca untuk “tegang” nalarnya. Persahabatan di masa kecil menjadi benang merah novel ini.

Anak desa yang berjuang meraih kehidupan menorehkan jejak langkahnya. Mereka dipersatukan dalam kesederhanaan, kecerdasaan, dan kesamaan sikap.

Ketika duduk di bangku kuliah, para sahabat yang mengurai ilmu di Kampus ITB Bandung tersebut kian menunjukkan talentanya.

Namun entah kenapa, mereka justru berkarier di luar jalur pengetahuan eksak, seperti menjadi manajer investasi.

Kematian seorang rekan yang meninggalkan pesan berupa kode rahasia menjadikan buku ini sebagai petualangan seru.

Kenapa begitu? Karena dari sinilah mengalir ceritacerita yang mengejutkan, mulai dari cara penyiksaan terhadap seseorang hingga kisruh di sebuah event olah raga berskala nasional.

Penulis buku ini yang seorang atlet bridge bergelar World International Master mencoba menguak tentang tabir hitam di dunia olah raga kartu tersebut.

Di mana saat itu, dua kontingen daerah bertemu di final di sebuah event Pekan Olahraga Nasional (PON) di Sumatra Selatan untuk merebut medali emas.

Dan, tanpa diketahui masyarakat luas, sebenarnya ada peristiwa yang membuat miris dunia olah raga, yakni sportivitas yang di dalamnya muncul intimidasi.

Menariknya, ada tokoh wartawan yang dimunculkan dengan esensi kuat dan penuh integritas. Segala permasalahan di dunia jurnalistik juga mewarnai isi buku ini sehingga masyarakat awam jadi mafhum tentang sebuah dunia kerja yang penuh risiko tersebut.

Atau, ingin tahu tentang Water Boarding? Di sini juga digambarkan betapa cara penyiksaan klasik itu mampu membuat orang yang awalnya bungkam jadi pandai mengumbar informasi.

Bagaimana tidak, jika kepala dibenamkan dalam air dan diisi terusmenerus, hingga kehabisan oksigen, maka yang muncul adalah bayangbayang kematian. Pada hakikatnya, kartu-kartu bridge menjadi bandul pengiring dalam memaparkan isi cerita.

Simpul rahasia yang awalnya rumit, ruwet, pelahan diurai satu per satu. Satu-satunya “kesalahan” di buku ini hanyalah tidak cermat saat menuliskan tempat dengan awalan di.

Maksudnya, terdapat beberapa kali penulisan kata di untuk menunjukkan tempat malah sering ditulis sambung, misalnya disebelah, seharusnya di sebelah. Lepas dari itu, bagi penyuka bacaan ala detektif, buku ini bisa dinikmati dengan baik.

Alur cerita yang dibuat cepat memang menguras rasa keingintahuan, setidaknya ingin buru-buru menyudahi dan mengetahui siapa sebenarnya dalang pelaku pembunuhan. Tapi si pengarang pandai menghalau rasa ini.

Ending yang dilakukannya pun terbilang nyentrik. Sebagai buku pertama dari sang pengarang, rasanya cerita ini masih bisa dikunyah dengan nikmat.Selamat menikmati.

Peresensi adalah Kunto Wibisono, penulis lepas, tinggal di Ciputat
*Koran Jakarta
Tag : Buku
Back To Top